1
/
5

Wantedly Journal | 仕事でココロオドルってなんだろう?

People

Bekerja di Startup yang Bangkrut, 3 Pelajaran Ini Dipetik Co-Founder Gamelan DJ

Apakah benar bila kamu mendirikan startup pasti bisa sukses dan instan kaya raya? Apakah benar bekerja di startup itu sangat seru dan memiliki masa depan cerah? Co-Founder Gamelan DJ menjawabnya di sini.

2016/03/18

Jaman sekarang memang sedang hangat-hangatnya tren bekerja di perusahaan startup teknologi. Apalagi bila kamu sudah sempat menonton film “The Social Network” yang menceritakan kisah suksesnya Facebook, wah bisa jadi tambah terbakar untuk mendirikan startup sendiri. Atau paling tidak, jadi lebih tertarik bekerja di perusahaan startup.

Namun, apakah semua hype itu benar apa adanya? Apakah benar bila kamu mendirikan startup pasti bisa sukses dan instan kaya raya? Apakah benar bekerja di startup itu sangat seru dan memiliki masa depan cerah? Untuk menjawab semua itu, tim Wantedly berbicara dengan Selo Aji.

Selo Aji, Business Team dari Grab

Kisah perjalanan Aji bisa dibilang cukup lengkap. Ia sudah pernah bekerja di perusahaan teknologi besar maupun di startup. Bahkan, ia juga sudah pernah mendirikan startup-nya sendiri dan berhasil meraih ratusan ribu pengguna!

Seperti apa sih pengalaman dia? Yuk kita simak!

Gaya kerja di startup sangat tidak terstruktur!

Sebagai informasi, Aji pernah bekerja sebagai Game Programmer, Supervisor Programmer, dan Project Lead di perusahaan game raksasa Gameloft di Yogyakarta. Setelah itu, berkat rekomendasi temannya Aji pun pindah masuk kerja di sebuah startup developer game asal Singapura di Jakarta bernama The Mobile Gamer (TMG) dalam berbagai posisi. Dan di kedua tempat itu, Aji menemukan dinamika kerja yang sangat luar biasa berbeda.

“Saat saya pertama kali masuk Gameloft, mereka sudah memiliki sistem untuk menyambut karyawan baru. Saya diberikan pelatihan dan arahan dari tim. Intinya saya tahu apa yang harus dilakukan dari hari pertama,” jelas Aji.

Ini berbeda kontras dengan hari pertama Aji di TMG. “Pada saat saya pertama kali bergabung [di TMG], kalau tidak salah di hari Rabu. Saya baru akan bertemu dengan atasan saya pada hari Senin. Jadi dari hari Rabu hingga Jumat saya tidak tahu harus mengerjakan apa. Jadi saya hanya mengamati dan mempelajari apa yang dikerjakan di sana dan bagaimana mereka bekerja.” Aji menceritakan perjalanan awalnya di TMG.

Perbedaan gaya kerja tidak hanya terjadi di hari awal saja. Apabila di perusahaan korporat, ruang lingkup kerja Aji sudah pasti, di startup Aji harus siap mengerjakan hal-hal yang juga ada di luar tugas utamanya. Contoh saja, Aji juga ikut terlibat saat TMG ingin mencari kantor baru. Padahal waktu itu posisi Aji adalah Product Manager!

Pokoknya, bagi siapapun yang akan bekerja di startup sudah harus siap mental untuk lebih proaktif. Tidak jarang perusahaan startup kerap memiliki sumber daya manusia yang terbatas, sehingga anggota tim juga harus saling membantu.

Pengalaman belajar di startup jauh lebih banyak

“Bekerja di startup adalah hal yang sangat baik karena kamu bisa belajar hal yang mungkin jika di perusahaan lain baru bisa kamu pelajari dalam jangka waktu lima tahun, di startup kamu bisa mempelajarinya dalam waktu satu tahun,” ujar Aji.

Walau menghabiskan masa kerja yang sama, ia merasa belajar jauh lebih banyak saat berada di startup. “Gameloft adalah perusahaan yang sangat besar, sehingga saya merasa hanya belajar di bagian kecil, yaitu produk. Setelah saya buat sebuah produk, saya tidak tahu apa yang terjadi pada produk saya tersebut.” Sedangkan di TMG, Aji bisa mengerti proses dari hulu ke hilir, mulai dari proses awal pembuatan game hingga pemasaran dan operasional.

Aji menambahkan bahwa ia merasa andil dia di startup tampak jauh lebih besar. “Di perusahaan besar seperti Gameloft, saya merasa seperti salah satu roda gigi saja,” Aji melanjutkan, “Sedangkan di dalam startup, every people and every second matters.”

Walau di masa awal Aji agak gugup dan bingung dengan gaya kerja startup, ia pun berhasil beradaptasi dan karirnya melejit sangat cepat di TMG. Selama dua tahun di Gameloft, Aji mendapatkan dua kali kenaikan posisi hingga menjadi Project Lead. Namun di TMG, Aji yang memulai karirnya sebagai Video Game Producer, dipromosikan menjadi Product Manager, hingga menjadi Country Manager dalam dua tahun juga.

Dan seperti biasa, Aji yang kali ini sudah menjabat sebagai Country Manager pun harus bisa belajar semua hal sendiri. Contohnya, ia harus berurusan dengan peraturan-peraturan hukum, manajemen tim, hingga perekrutan.

Tidak seperti di film, kisah startup tidak selalu berakhir baik, TMG banyak melewati masa baik dan buruk.

Aji yang bekerja multifungsi sebagai DJ

Pada tahun pertama Aji, TMG sempat mengalami masalah yang mengakibatkan pengurangan jumlah pegawai. Beruntung saat itu Aji masih bertahan disana meskipun ia sebenarnya tidak menyangka hal tersebut bisa terjadi.

Hal yang serupa juga terjadi untuk kedua kalinya saat Aji menjabat sebagai Country Manager. Dan kali ini, ia bersama-sama dengan CEO berusaha untuk mendapatkan ending yang baik bagi perusahaan namun gagal. Akhirnya TMG dibubarkan dan Aji harus PHK semua karyawan.

Ini juga bukan pertama kali Aji menemui kegagalan dalam dunia startup. Pada saat ia bekerja di Gameloft, Aji yang memiliki ketertarikan di dunia musik juga bekerja paruh waktu sebagai DJ di malam hari. Ia pun berhasil menggabungkan minatnya dengan kemampuannya sebagai programmer dengan menciptakan aplikasi Gamelan DJ bersama teman-temannya (startup-nya bernama Kowplink).

Sederhananya, pengguna bisa memainkan alat musik gamelan lewat smartphone mereka dengan aplikasi ini. Gamelan DJ pun sempat mendapatkan perhatian media dan masyarakat. Perusahaan besar seperti Telkomsel dan BlackBerry hingga Pemerintah Setempat pun memberikan dukungan pada produk Aji. Secara total, aplikasi Gamelan DJ sempat meraih hingga 700.000 download!

Namun apa di kata, Aji dan teman-temannya belum memiliki metode monetasi apapun untuk Gamelan DJ. Iklan pun tidak ada. “Kami sedikit diracuni film “The Social Network” (tertawa), saat itu kami bekerja menggunakan passion tanpa keinginan untuk terkenal atau mendapatkan uang. Saat itu kami hanya ingin membuat instrument lokal lebih dikenal,” ucap Aji yang tersenyum saat mengingat kembali masa itu. Akhirnya Kowplink yang memang mengerjakan proyek itu secara paruh waktu tidak melanjutkan pengembangan Gamelan DJ. Aplikasi itu sekarang sudah tidak lagi tersedia di Google Play Store.

Walau begitu, Aji tidak patah semangat. Ia pun sekarang melanjutkan karirnya sebagai Business Team di startup transportasi asal Malaysia bernama Grab. “Grab adalah startup yang telah dewasa. Bisa dikatakan level-nya berada di antara TMG dan Gameloft. Sehingga tidak terlalu kaku, namun tidak terlalu bebas juga.” Lanjutnya ketika tim Wantedly memintanya menyimpulkan pengalamannya di Grab.

Aji menutupi wawancara dengan tip berikut:

“Startup tidak menjamin pekerjaan dan posisi yang stabil. Tapi yang bisa kamu lakukan adalah belajar sebanyak mungkin dari siapapun. Jangan pernah takut startup yang tutup dan gagal karena kamu akan belajar bagaimana menghadapi kegagalan kamu atau kegagalan perusahaan kamu.” Jelas Aji.

“It’s going to be painful, but it’s worth it!” - Selo Aji

NEXT